Memasuki bulan ke-4 serangan Israel ke Gaza, kabar baik muncul. Afrika Selatan gugat Israel ke Mahkamah Internasional atas kejahatan genosida.
Afrika Selatan (Afsel) berpendapat, Israel telah melanggar Pasal 2 Konvensi Genosida dengan melakukan tindakan sistematis yang termasuk dalam definisi genosida.
Tembeka Ngcukaitobi, pengacara yang mewakili Afsel, berpendapat bahwa “para pemimpin politik Israel, komandan militer dan orang-orang yang memegang posisi resmi telah secara sistematis dan eksplisit menyatakan niat genosida mereka.”
Ngcukaitobi menambahkan, anggota Knesset (parlemen Israel) lainnya berulang kali menyerukan agar Israel memusnahkan, meratakan, menghapus, dan menghancurkan Gaza.
“Tentara (Israel) percaya bahwa pernyataan dan tindakan mereka dapat diterima karena penghancuran kehidupan warga Palestina di Gaza adalah kebijakan negara yang diartikulasikan,” kata Ngcukaitobi.
Serangan Israel telah menyebabkan hampir 60.000 warga Palestina terluka dan cacat, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Muncul Akronim Baru
Adilla Hassim, salah satu tim pengacara Afsel, mengatakan bahwa Israel menangkap, menutup mata, memaksa membuka pakaian, dan memasukkan sejumlah besar warga sipil Palestina–termasuk anak-anak–ke dalam truk, untuk kemudian membawanya ke lokasi yang tak diketahui.
Pengacara lainnya, Blinne Ni Ghralaigh, mengatakan angka yatim piatu meningkat tajam akibat genosida Israel di Gaza.
Bahkan saking tingginya, muncul akronim baru di dunia untuk anak-anak ini, yaitu: WCNSF – Wounded Child, No Surviving Family (anak yang terluka, tidak ada keluarga yang selamat).
“Setiap hari, 247 penduduk Palestina terbunuh; atau 1 orang tiap 6 menit; atau 48 ibu tiap 2 jam; atau 117 anak-anak tiap 5 jam. Setiap hari, 10 anak diamputasi tanpa bius,” tutur Blinne Ni Ghralaigh.
Ringkasan Gugatan
Adilla Hassim memaparkan gugatan terhadap Israel. Berikut ringkasannya:
- Israel melakukan pembunuhan massal rakyat Palestina di Gaza
- Kekejian Israel mengakibatkan kerugian fisik dan mental yang serius bagi warga Palestina di Gaza
- Israel dengan sengaja menerapkan kondisi di Gaza tidak dapat menopang kehidupan dan diperkirakan akan menimbulkan kehancuran fisik
- Serangan militer Israel terhadap sistem kesehatan di Gaza menjadikan kehidupan di sana tidak berkelanjutan
Selain Hassim, berikut nama-nama tim pengacara Afrika Selatan. Mereka telah mengukir sejarah sebagai pahlawan kemanusiaan.
- John Dugard
- Adilla Hassim
- Tembeka Ngcukaitobi
- Mas Du Plessis
- Tshidiso Ramogale
- Sarah Pudifin-Jones
- Lerato Zikalala
- Vaughan Lowe
- Blinne Ni Ghralaigh
Kesamaan Sejarah
Tidak ada yang mengira, suara lantang membela Palestina muncul dari sebuah negara di Afrika, yakni Afrika Selatan. Namun, Afrika Selatan gugat Israel karena memiliki sejarah yang mirip dengan Palestina, yaitu mengalami penindasan.
Apartheid adalah politik segregasi (pemisahan berdasarkan warna kulit dan ras) yang diterapkan pemerintah minoritas di Afrika Selatan pada tahun 1948 hingga 1991. Tujuannya adalah supremasi kulit putih.
Politik ini menyebabkan mayoritas penduduk asli Afrika Selatan yang berkulit hitam berada dalam kemiskinan dalam jangka waktu lama.
Bisa jadi, pengalaman sebagai rakyat terjajah inilah yang mendorong Afrika Selatan maju terdepan membela Palestina.
Apapun hasilnya, Afrika Selatan telah mencetak kemenangan besar bagi Palestina dan kemanusiaan. Mereka telah memberikan suara di hadapan pengadilan tertinggi di dunia. Selain itu, bukti-bukti yang disampaikan kepada para hakim dan khalayak global tidak dapat diabaikan.
Sumber: Al-Jazeera, X