Rp53.649.416 donasi terkumpul dari 1358donatur
Terkumpul
Rp53.649.416Target
Rp500.000.000Minimal donasi
Masjid milik siapa? Mungkin kamu bisa jawab, Milik umat Islam. Tapi muncul pertanyaan lagi. Umat Islam yang mana?
Ketimpangan kondisi hidup di kota dan pelosok Nusantara sudah kita ketahui bersama. Kesenjangan ekonomi berimbas ke banyak aspek. Salah satunya, kehadiran masjid, rumah ibadah umat Islam. Mari bangun masjid pelosok!
Selama 10 tahun berdiri, Masjid Nusantara menemukan dua kondisi berikut dalam perjalanan mencari masjid di pelosok.
Tidak ada masjid sama sekali
Sadar atau tidak, di kota besar, shalat berjamaah, pengajian anak-anak, majelis taklim kaum ibu, peringatan hari besar Islam, adalah cara kita menegaskan eksistensi Islam, sekaligus memperkuat keimanan personal.
Masjid menghadirkan kekuatan dan ketenangan kepada kita sebagai muslim. Kuat sekaligus tenang, kan, mengetahui ada saudara semuslim lain yang akan bersama-sama mensyiarkan agama ini?
Nah, sekarang bayangkan, seberapa rindunya saudara semuslim kita di pelosok pada kehadiran masjid. Mereka pun berhak merasakan kekuatan dan ketenangan yang sama.
Bagi mereka, keberadaan masjid adalah kebahagiaan yang menyemarakkan hidup mereka di tengah kesunyian hidup di pedalaman.
Ada masjid, namun kondisinya rusak
Di saat penduduk kota bisa beribadah di masjid yang nyaman, bersih, tersedia tempat wudhu dan toilet, bahkan ber-AC, nyatanya ribuan masjid di pelosok negeri ini kondisinya tidak layak untuk dijadikan tempat beribadah.
Mereka harus berlapang dada beribadah di bawah atap masjid yang sudah bocor, dinding kayu yang sudah berlubang, dan lantai tanah yang hanya berlapis tikar tipis.
Rasa was-was kerap terlintas, karena masjid tempat mereka sujud hanya tiang kayu yang menyangganya. Itupun sudah keropos dimakan waktu.
Potret Masjid Pertama
Inilah Mushola Al-Amanah di Kampung Sindang Asih, Kec. Cikatomas, Kab. Tasikmalaya.
Mushola Al Amanah sudah 14 tahun berdiri. Dulu sebelum dindingnya retak-retak, warga memakai mushola ini untuk ngaji setelah maghrib dan kuliah subuh. Namun, karena takut roboh jadinya ngaji pindah ke rumah, tutur Cahya, Ustadz yang kerap menjaga mushola berukuran 5 meter x 4 meter ini.
Cemas kerap terlintas dalam benak jamaah saat beribadah di masjid ini, karena dinding temboknya sudah retak-retak hingga khawatir roboh sewaktu-waktu.
Mayoritas mata pencaharian penduduk adalah petani dan kuli bangunan, sehingga ada kesulitan dalam menggalang dana untuk perbaikan. Padahal warga sangat berharap bisa merenovasi mushola agar mereka tenang beribadah.
Potret Masjid Kedua
Sobat, inilah Kampung Beleker di pelosok Cianjur Selatan. Perihnya hidup jadi makanan sehari-hari 54 keluarga di kampung berjarak 141 Km dari pusat kota Cianjur. Keterbatasan ekonomi ini berimbas pula pada ketidak-mampuan warga memperbaiki mushola sederhana mereka.
Jika berbicara usia, Mushola Nurul Fatih memang masih 'muda'. Baru tujuh tahun berdiri. Namun, tak terhitung asma Allah, doa, dan kalimat-kalimat suci yang terlantun dari mushola papan ini. Di sinilah satu-satunya tempat warga bermunajat, mengadukan kelemahan kepada-Nya, dan mencari ketenangan.
Potret Masjid Ketiga
Kondisi yang sama ada di Masjid An Nur, Kampung Kahuripan, Pengalengan, Bandung.
Masjid yang berdiri lebih dari 40 tahun ini sudah perbaikan 3 kali. Namun kini sudah rusak lagi.
Ada 60 KK yang tinggal di sekitar masjid dan mayoritas mata pencahariannya buruh perkebunan teh.
Hingga kini masjid masih dipakai sholat dan kegiatan keagamaan warga, namun warga menyimpan ketakutan jika atapnya ambruk tiba-tiba.
Patungan Bangun Masjid Pelosok
Sobat, masih banyak masjid dan mushola lain di pelosok Nusantara yang kondisinya tidak layak.
Kami, Masjid Nusantara, mengajak Sobat semua untuk ikut berdonasi mewujudkan 100 Masjid/Mushola di pelosok Indonesia.
Mari tunjukkan, bahwa masjid ini milik umat Islam tanpa terkecuali, tak memandang di mana mereka tinggal.
Semoga menjadi amal jariyah yang akan terus mengalir pahalanya untuk bekal hari penghisaban kita kelak.