Rumah Panggungnya Makin Lapuk, Marbot Tunanetra Harapkan Bantuan
Rumah Panggungnya Makin Lapuk, Marbot Tunanetra Harapkan Bantuan

Rp1.722.000 donasi terkumpul dari 31donatur

Terkumpul

Rp1.722.000

Target

Rp150.000.000
Rp

Minimal donasi Rp10.000


Rumah bercat biru muda itu terbuat dari triplek kayu bambu dan atapnya hanyalah asbes dan seng. Modelnya rumah panggung, di beberapa titik masih berlantai tanah. Jika rumah lain di bagian belakangnya ada taman atau kebun kecil, maka di rumah Pak Budi ini yang ada adalah sebuah toilet sederhana tanpa atap.

Ini memang tipikal rumah di pedesaan seperti halnya beberapa rumah lain di Desa Beber, Ciamis, Jawa Barat. Namun ada satu pembeda yang membuat rumah ini menjadi begitu spesial. Apakah itu?

Inilah kediaman Pak Budi, seorang marbot tunanetra yang bertugas menjaga kebersihan Masjid Al Hidayah. 

Mungkin pekerjaan bebersih terkesan sepele, namun yang jadi luar biasa, Pak Budi melakukannya tiap hari tanpa absen kecuali kalau sakit.

Padahal, medan dari rumah menuju masjid cukup sulit. Jalannya sempit, menanjak dan menurun, bahkan di kiri kanannya ada kolam ikan. Orang berfisik normal saja, jika tidak hati-hati bisa-bisa terpeleset.

Nah, apalagi Pak Budi, yang dengan keterbatasan fisik dia tidak bisa melihat sekitarnya. Akan tetapi, masya Allah, setiap hari ia tetap berjalan menuju masjid untuk membersihkannya. 

Tentunya, komitmen semacam ini bukan dibuat secara instan. Apa yang membuat Pak Budi begitu lekat hatinya terikat dengan masjid?

Jawabannya adalah hati yang senantiasa ikhlas menerima takdir Allah atas apapun yang berlaku kepadanya, termasuk menerima keterbatasan fisik yang ia alami sejak lahir.

Sehari-hari, Pak Budi menjadi pengamen yang melantunkan sholawat di pasar Banjar Ciamis. Setiap pagi, ia berangkat menumpang angkot yang menuju pasar.

Lalu langkahnya menyusuri lorong-lorong pasar, berharap ada satu dua orang yang terketuk dan memberinya rupiah. Selepas Dzuhur, Pak Budi pulang menumpang angkot yang sama.

Saat ini, Pak Budi tinggal bersama ayahnya yang sudah sepuh di sebuah rumah panggung yang sudah lapuk. Selain itu, karena bentuk bangunannya seperti itu, di beberapa tempat Pak Budi harus agak berjuang untuk naik atau turun.

Misalnya dari ruang tamu menuju dapur, Pak Budi harus meraba-raba di sekitarnya, dan harus berpegangan agar tidak terjatuh, karena posisi dapur lebih rendah daripada ruang tamu.

Begitu pula saat Pak Budi harus ke toilet. Selain itu, karena letaknya di luar rumah, adakalanya ia kesulitan saat harus ke kamar mandi kala hujan deras.

Sobat, rumah adalah tempat terdekat seorang manusia. Tempat kita mendapatkan ketenangan, kehangatan, dan berlindung setelah berlelah-lelah mencari nafkah di luar sana. 

Begitu pula bagi Pak Budi. Rumah adalah tempatnya melepas lelah sepulang ia mengamen di pasar, dan sebelum ia melanjutkan aktivitasnya menjadi marbot di Masjid Al Hidayah.

Akan menjadi satu kebahagiaan tak terkira bagi Pak Budi, jika ia bisa mewujudkan rumah yang layak bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi ayah angkatnya yang sudah sakit-sakitan.

Baginya, itu adalah bentuk kasih sayang dan bakti seorang anak. Meskipun punya keterbatasan fisik tidak bisa melihat, tetapi tetap ingin membahagiakan sosok terkasih yang hidup bersamanya.

Yuk, bantu Pak Budi mewujudkan rumah yang layak dan kokoh untuk tempat tinggalnya bersama ayahanda tercinta. 

Donatur