Ada masjid, ada mushola. Kita kerap menggunakan kedua istilah ini bergantian. Padahal, keduanya punya perbedaan yang signifikan. Jadi, masjid dan mushola, apa bedanya?
“Bumi ini dijadikan untukku sebagai masjid dan tempat suci”. (HR. Al-Bukhari)
Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, setiap jengkal tanah di muka bumi ini sah untuk shalat. Lalu, kenapa ada perbedaan penyebutan masjid dan mushola?
Rupanya, perbedaan itu bersumber pada hukum fikih. Seperti apa perbedaan itu? Baca sampai habis, ya!
Apa Itu Masjid?
Masjid adalah bangunan permanen yang secara khusus didirikan sebagai tempat ibadah utama umat Islam.
Secara syariat, masjid didirikan di sebuah tempat yang memang diwakafkan khusus untuk ibadah. Di detik akad wakaf telah sah hingga hari kiamat tiba, lahan tersebut harus digunakan untuk masjid. Tidak boleh diperjualbelikan atau diwariskan.
Shalat di masjid pun memiliki pahala khusus, yang lebih besar dibandingkan shalat di mushola atau tempat lainnya. Dengan kemuliaan yang masjid miliki inilah, ada syariat shalat tahiyatul masjid.
Masjid tidak hanya digunakan untuk shalat lima waktu, tetapi juga untuk shalat Jumat, shalat Idulfitri, serta Iduladha. Selain itu, masjid sering kali menjadi pusat kegiatan keagamaan, sosial, dan pendidikan, seperti kajian Al-Qur’an, ceramah agama, hingga tempat berbagi sedekah.
Dari segi arsitektur, masjid biasanya dilengkapi dengan mihrab (ceruk di dinding yang menghadap Ka’bah sebagai arah kiblat), mimbar tempat khatib menyampaikan khutbah), dan di beberapa tempat, menara sebagai tempat muazin mengumandangkan azan.
Apa Itu Mushola?
Berbeda dengan masjid, mushola adalah tempat ibadah yang tidak memiliki status khusus seperti masjid. Mushola sering ditemukan di tempat umum seperti perkantoran, bandara, sekolah, atau mal.
Mushola juga tidak memerlukan syarat khusus dalam pembangunannya. Ruang apa pun bisa dijadikan mushola tanpa ada proses wakaf seperti pada masjid.
Bahkan, lahan ini bisa saja diperjualbelikan oleh pemiliknya, atau dijadikan warisan. Oleh karena itu, sifat mushola lebih fleksibel dan informal, berbeda dengan masjid yang memiliki aturan lebih ketat.
Mushola digunakan shalat lima waktu, namun biasanya tidak dipakai untuk shalat Jumat atau shalat Idulfitri dan Iduladha, kecuali dalam situasi tertentu di mana masjid tidak tersedia.
Dari segi arsitektur, mushola tidak memiliki fasilitas selengkap masjid. Biasanya, mushola hanyalah sebuah ruangan kecil atau area terbuka dengan perlengkapan dasar seperti karpet untuk shalat dan penanda arah kiblat.
Tidak ada mihrab atau menara di mushola, karena fungsinya lebih sebagai tempat untuk menunaikan ibadah shalat dalam kondisi darurat atau ketika masjid jauh dari jangkauan.
Kesimpulan
Meskipun masjid dan mushola sama-sama berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umat Islam, keduanya memiliki peran dan aturan yang berbeda.
Masjid lebih formal dan digunakan untuk berbagai kegiatan keagamaan besar, sementara mushola lebih fleksibel dan biasanya hanya digunakan untuk keperluan shalat harian di tempat-tempat umum atau tempat yang jauh dari masjid.
Namun, perbedaan mendasar dari keduanya adalah pada wakaf, bukan ukuran. Masjid harus berdiri di atas lahan wakaf, sementara mushola tidak.
Sebuah bangunan yang berdiri di atas tanah wakaf, meski ukurannya kecil, bisa disebut masjid. Adapun bangunan yang berdiri di atas tanah bukan wakaf, meskipun besar, disebut mushola.
“Yang nampak bahwa kepemilikan tanah yang diwakafkan berpindah pada Allah ta’ala, maksudnya terlepas dari kepemilikan manusia, bukan lagi menjadi hak milik orang yang mewakafkan, maupun pihak yang menerima wakaf”. (Imam An-Nawawi dalam Minhaaj Ath-Thalibin, 1/70)
Wakaf menjadi syarat utama karena berkaitan dengan sifat masjid itu sendiri yang terlepas dari kepemilikan perorangan. Hikmahnya, masjid menjadi tempat yang kekal digunakan ibadah bergenerasi, tanpa ada gangguan atau rongrongan duniawi.
Sumber: Nasihat Sahabat; Islamqa