Dalam kehidupan sehari-hari saja, salah ucap atau salah ketik bisa memunculkan kesalahpahaman. Apalagi dalam urusan syariah. Kesalahan penyebutan istilah bisa berpengaruh pada kesalahan memahami hukum Allah. Salah satu bahasan yang cukup sering ditanyakan adalah perbedaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Zakat
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan berdasarkan syarat, alokasi, dan waktu spesifik. Syarat dasar zakat adalah terpenuhinya nishab dan haul. Nishab ialah batas minimal harta yang dimiliki muzakki (orang yang wajib berzakat). Adapun haul adalah rentang waktu pelaksanaan zakat. Contohnya, zakat fitrah sebanyak 3,5 liter atau 2,7 kilogram makanan pokok, dibayarkan hanya setahun sekali menjelang Idul Fitri.
Penerima zakat ada delapan asnaf (golongan), dijelaskan Allah Ta’ala dalam Surah At-Taubah ayat 60.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Infak
Infak adalah membelanjakan harta untuk suatu kepentingan, mencakup zakat dan non-zakat. Jika zakat ada nishabnya, maka tidak demikian dengan infak. Penerima infak pun tidak terbatas pada 8 asnaf, bisa diberikan kapan saja, baik ke sesama muslim ataupun bukan.
Infak termasuk pada sedekah yang bersifat materi, hukumnya ada yang wajib maupun sunah. Contoh infak wajib adalah zakat, nazar, atau kafarat, sedangkan sumbangan kepada sesama muslim atau donasi bencana alam, itu disebut infak sunah. Setiap muslim baik dalam keadaan lapang maupun sempit sebaiknya mampu berinfak, karena Rasulullah ﷺ bersabda,
“Siapa yang bersedekah dengan sebiji korma yang berasal dari usahanya yang halal lagi baik (Allah tidak menerima kecuali dari yang halal lagi baik), maka sesungguhnya Allah menerima sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya kemudian Allah menjaga dan memeliharanya untuk pemiliknya seperti seseorang di antara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya. Hingga sedekah tersebut menjadi sebesar gunung.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sedekah
Sedekah secara umum adalah segala kebajikan yang mengharap ridho Allah Ta’ala. Ia bermakna luas, mencakup kebaikan yang bersifat materi dan nonmateri. Hukumnya pun ada yang wajib atau sunah. Contoh sedekah materi yang bersifat wajib adalah zakat. Mengapa wajib? Karena dalam harta yang kita peroleh, ada titipan Allah untuk saudara kita yang berekonomi lemah. Maka dia wajib dikeluarkan karena bukan hak kita. Termasuk di dalam sedekah/infak wajib adalah nazar dan kafarat (denda).
Sedekah Jariyah
Adapun contoh sedekah materi yang bersifat sunah adalah sedekah jariyah dan wakaf. Bersedekah jariyah bermakna memberikan harta untuk kepentingan umum, yang bisa dimanfaatkan terus-menerus dengan niat semata karena Allah. Karena bermanfaat jangka panjang inilah, pahala sedekah jariyah akan mengalir terus, meski yang bersedekah telah meninggal dunia. Keutamaan sedekah jariyah termaktub dalam hadits berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, anak saleh yang selalu didoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, no. 1631)
Sedekah Nonmateri
Allah mudahkan kita menabung pahala, pun tidak semua muslim memiliki kelapangan harta. Ada banyak perbuatan baik yang bersifat nonmateri, namun tetap dihitung pahala. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim, kepada kaum papa yang cemburu terhadap orang kaya yang bersedekah dengan harta, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap tahlil sedekah, amar ma’ruf sedekah, nahi munkar sedekah, dan menyalurkan syahwatnya pada istri juga sedekah”.
Wakaf
Pada dasarnya, wakaf adalah menyerahkan kepemilikan harta manusia untuk dimanfaatkan umat. Harta yang diwakafkan tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual, dan tidak bisa diwariskan.
Wakaf memiliki dua keistimewaan. Pertama, pahala wakaf akan terus mengalir meski yang mewakafkan meninggal dunia. Kedua, pahalanya bisa diatasnamakan orang lain.
Seorang sahabat bernama Fadhl datang kepada Rasulullah dan bertanya “Ibuku meninggal dunia dan aku bermaksud melakukan amal kebaikan baginya, apakah pahalanya akan bermanfaat buat ibuku?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Buatlah sumur umum dan niatkan pahalanya kepada ibumu.”
Tidak ada batas nominal tertentu untuk wakaf, pun tidak terpaku pada banyaknya harta atau objek wakaf, karena fokusnya ada di tujuan wakaf itu sendiri. Setiap harta yang diwakafkan harus dijaga, agar manfaatnya optimal dan dirasakan terus-menerus.
Wakaf bisa berbentuk tanah, bangunan, maupun uang. Jika berbentuk uang, maka yang menjadi wakaf adalah hasil pembelian dari uang tersebut, bisa harta bergerak atau tak bergerak. Dengan demikian, dalam pengumpulan wakaf berbentuk uang harus disebutkan tujuannya. Misalnya, untuk membangun masjid, rumah sakit, atau ambulans gratis.
Rukun Wakaf
Pembeda wakaf dari infak/sedekah materiil adalah rukunnya. Dalam wakaf, ada lima rukun yang harus dipenuhi:
- Wakif (pewakaf). Dia harus berusia baligh, berakal sehat, dan tidak dalam paksaan.
- Mauquf bih (harta yang diwakafkan). Syaratnya, harta tersebut murni milik waqif, bernilai materi, berdaya guna jangka panjang.
- Nazir, yaitu orang yang menerima amanat untuk mengelola dan melaksanakan wakaf sesuai dengan tujuannya.
- Mauquf ‘alaih, yakni orang yang menerima manfaat wakaf itu. Ditegaskan sejak awal siapa penerimanya, dan tujuannya harus untuk maslahat umat.
- Sighat (ikrar wakaf), bisa berupa lisan, tulisan, atau isyarat dari waqif yang menyatakan dengan jelas niatnya berwakaf.
Hikmah Sedekah
Dari penjelasan di atas, sesungguhnya sedekah berdimensi luas. Ia bersifat transendental, karena menjadi bukti keimanan dan ketaatan seorang hamba kepada Rabb-nya. Ia pun bersifat horizontal, karena mendistribusikan kebaikan ke sesama manusia. Sedekah menjadi jalan pemerataan kesejahteraan, juga penanggulangan kemiskinan, terutama di kalangan umat Islam.
Allah Ta’ala telah memudahkan hamba-Nya untuk menanam kebaikan. Manis buah yang tumbuh dari pohon itu tak hanya dirasakan yang menanam, tapi juga orang-orang di sekitarnya yang menerima manfaat dari sebaran kebaikan tersebut. Maka mari kita kejar peluang pahala ini sebanyak-banyaknya.
Salah satu cara beramal jariyah adalah membangun dan memakmurkan masjid. Sebagai lembaga yang concern pada keberadaan masjid, Masjid Nusantara banyak menemukan kondisi masjid di pedalaman yang berbeda drastis dengan masjid perkotaan yang kokoh dan terawat.
Untuk itu, Masjid Nusantara mengajak Sobat untuk patungan menjaga, merawat, bahkan membangun masjid di pelosok dengan berdonasi melalui link berikut:
Renovasi 100 Masjid / Musholla di Pelosok
Baca juga: Kisah Dua Azan yang Menghentak Jiwa
(Disarikan dari rumahzakat.org, rumahwakaf.org, ydsf.org, tabungwakaf.com, finansialku.com, republika.co.id, zakat.or.id)