Dari Asma’ binti Abi Bakr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padaku,
لاَ تُوكِي فَيُوكى عَلَيْكِ
“Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak, maka Allah akan menahan rizki untukmu.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ
“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.”
Hadits ini dibawakan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi dalam Riyadhus Shalihin pada Bab “Kemuliaan, berderma dan berinfaq”, hadits no. 559 (60/16).
Beberapa faedah hadits:
Pertama: Hadits di atas memberikan motivasi untuk berinfaq. Bukhari sendiri membawakan hadits ini dalam Bab “Motivasi untuk bersedekah (mengeluarkan zakat) dan memberi syafa’at dalam hal itu”. An Nawawi membuat bab untuk hadits ini “Motivasi untuk berinfaq (mengeluarkan zakat) dan larangan untuk menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan).”
Kedua: Hadits ini menunjukkan tercelanya sifat bakhil dan pelit.
Ketiga: Hadits di atas menunjukkan bahwa al jaza’ min jinsil ‘amal, balasan sesuai dengan amalan perbuatan.
Keempat: Ibnu Baththol menerangkan riwayat pertama di atas dengan mengatakan, “Janganlah engkau menyimpan-nyimpan harta tanpa mensedekahkannya (menzakatkannya). Janganlah engkau enggan bersedekah (membayar zakat) karena takut hartamu berkurang. Jika seperti ini, Allah akan menahan rizki untukmu sebagaimana Allah menahan rizki untuk para peminta-minta.”
Kelima: Menyimpan harta yang terlarang adalah jika enggan mengeluarkan zakat dan sedekah dari harta tersebut. Itulah yang tercela.
Keenam: Hadits ini menunjukkan larangan enggan bersedekah karena takut harta berkurang. Kekhawatiran semacam ini adalah sebab hilangnya barokah dari harta tersebut. Karena Allah berjanji akan memberi balasan bagi orang yang berinfaq tanpa batasan. Inilah yang diterangkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani.
Ketujuh: Bukhari dan Muslim sama-sama membawakan hadits di atas ketika membahas zakat. Ini menunjukkan bahwa yang mesti diprioritaskan adalah menunaikan sedekah yang wajib (yaitu zakat) daripada sedekah yang sunnah.
Kedelapan: Ibnu Baththol mengatakan, “Hadits ini menunjukkan sedekah (zakat) itu dapat mengembangkan harta. Maksudnya adalah sedekah merupakan sebab semakin berkah dan bertambahnya harta. Barangsiapa yang memiliki keluasan harta, namun enggan untuk bersedekah (mengeluarkan zakat), maka Allah akan menahan rizki untuknya. Allah akan menghalangi keberkahan hartanya. Allah pun akan menahan perkembangan hartanya.”
Kesembilan: Sedekah tidaklah mengurangi harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.”
Makna hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah ada dua penafsiran:
1. Harta tersebut akan diberkahi dan akan dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya. Kekurangan harta tersebut akan ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa dirasakan secara inderawi dan kebiasaan.
2. Walaupun secara bentuk harta tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak.
Wallaahu a’lam
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumasyho.com